Yogyakarta: Kota di Mana Toko Buku Lebih Banyak daripada Supermarket

Yogyakarta punya lebih banyak toko buku daripada supermarket! Cari tahu gimana budaya literasi di Jogja bikin kota ini beda dan seru buat komunitas.
Banyaknya Toko Buku di Yogyakarta

Anglumea –  Zaman sekarang, supermarket dan minimarket tuh udah kayak sahabat karib kehidupan kita. Mau belanja mie instan tengah malam? Minimarket. Cari sabun cuci piring? Supermarket. Tapi, ada satu kota di Indonesia yang punya cerita beda. Yogyakarta, atau yang akrab dipanggil Jogja, ternyata punya lebih banyak toko buku daripada supermarket! Gokil kan?

Fenomena ini bukan cuma unik, tapi juga jadi bukti kalau budaya literasi di kota ini masih hidup banget. Yuk, kita bahas kenapa Jogja bisa beda dari kota-kota lain!

Jogja: Kota Pelajar Sekaligus Surga Buku

Jogja itu emang udah lama dijuluki sebagai kota pelajar, berkat keberadaan kampus-kampus ternama kayak Universitas Gadjah Mada (UGM), UNY, UIN, dan banyak lagi. Tapi bukan cuma soal sekolah, Jogja juga jadi tempat berkumpulnya para pecinta ilmu, seni, dan literasi.

Nggak heran, menurut data Kemdikbud, Jogja jadi kota dengan indeks literasi tertinggi di Indonesia—skornya 73,27 poin. Warga Jogja emang udah terbiasa hidup berdampingan sama buku, diskusi, dan kegiatan intelektual lainnya.

Toko Buku Jadi Lebih dari Sekadar Tempat Belanja

Di Jogja, toko buku itu nggak cuma buat beli buku doang, lho! Banyak toko buku yang juga jadi ruang komunitas yang super asik buat nongkrong, diskusi, atau bahkan ikut event seru. Beberapa toko buku yang bikin Jogja makin kece adalah:

Contohnya?

  • Buku Akik: Toko buku yang ada di Jalan Kaliurang ini punya nuansa vintage yang nyaman banget. Selain beli buku seni, sosial-politik, dan sastra, kamu juga bisa ikutan diskusi atau acara bareng para penulis. Seru kan?
  • Ruang Literasi Kaliurang: Kalau kamu suka tempat yang adem, Ruang Literasi di Pakem ini pas banget. Selain jadi toko buku, mereka juga punya perpustakaan, ruang diskusi, dan bahkan bioskop mini! Semua ada buat mendukung kegiatan literasi dan belajar bareng.
  • Solusi Buku: Di Jalan Karanganyar, Sleman, ada tempat yang nggak cuma jual buku, tapi juga punya coffee shop dan jadi tempat ngobrol seru. Kalau kamu pengen ngobrol sambil nyari buku atau diskusi, Solusi Buku bisa jadi pilihan yang tepat.
  • Bawabuku: Toko buku ini ada di Jalan Taman Sari, dan nggak cuma jual buku, tapi juga jadi perpustakaan yang nyaman banget buat baca-baca. Kalau kamu pengen tempat tenang buat baca atau sekadar menikmati suasana, Bawabuku cocok banget.

Pokoknya, toko-toko buku di Jogja itu bukan cuma tempat beli buku, tapi jadi ruang komunitas yang bikin suasana literasi makin hidup. Beli buku sambil ngobrol soal sastra? Why not! 

Beda Banget Sama Kota-Kota Lain

Coba bandingin sama Jakarta deh. Di Jakarta Selatan aja, data BPS bilang ada 688 minimarket per 2020. Bandung? Tahun 2022 tercatat punya 788 toko swalayan. Ritel modern di kota-kota besar tuh udah menjamur banget.

Tapi di Jogja? Supermarket tetap ada, tapi toko buku tumbuh lebih banyak dan lebih beragam. Modernisasi sih tetep jalan, tapi masyarakat Jogja kayaknya punya “filter” buat milih mana yang mau dipertahankan—dan literasi jadi salah satu nilai yang mereka jaga banget.

Dampak Positif Toko Buku yang Dominan

Banyaknya toko buku di Yogyakarta ini ternyata punya efek positif ke masyarakat, lho. Bukan cuma keren di mata turis atau Instagramable doang.

Beberapa dampak kerennya:

  1. Minat baca meningkat – Karena akses ke buku gampang, jadi lebih banyak yang mau baca.
  2. Tempat nongkrong sehat – Banyak toko buku yang jadi ruang publik, tempat ngobrol, belajar bareng, dan bikin komunitas makin erat.
  3. Dukung ekonomi kreatif – Toko-toko ini juga sering jual buku lokal, terbitan indie, dan karya penulis Jogja. Jadi UMKM-nya jalan juga!
  4. Jaga budaya & pengetahuan lokal – Buku jadi media buat nyimpen cerita-cerita lokal biar nggak ilang ditelan zaman.

Tapi, Tantangannya Gimana?

Namanya juga bisnis, pasti ada naik turunnya. Toko buku independen di Jogja juga harus menghadapi tantangan kayak:

  • Persaingan sama toko buku online yang bisa kirim besok sampai.
  • Orang makin jarang baca buku, lebih sering scroll TikTok (relate? 😅)
  • Biaya operasional yang kadang bikin ngos-ngosan.

Tapi mereka nggak kehabisan akal. Banyak yang udah adaptasi dengan buka toko online, kerja sama sama sekolah/kampus, atau bikin event komunitas biar makin relevan.

Kesimpulan

Jogja itu bukti nyata kalau di tengah dunia yang makin digital, minat baca dan budaya literasi masih bisa hidup subur. Dominasi toko buku di kota ini bukan cuma angka, tapi simbol dari masyarakat yang cinta ilmu, budaya, dan ruang-ruang berkualitas buat tumbuh bareng.

Semoga makin banyak kota di Indonesia yang bisa niru semangat ini ya. Karena negara yang kuat dimulai dari masyarakat yang melek literasi.

About the Author

Anglumea.com adalah platform yang didedikasikan untuk menyajikan konten yang berwawasan luas, diteliti dengan baik, dan kritis terhadap berbagai disiplin ilmu.

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.